Wednesday 11 March 2015

Mana yang Benar, Mana yang Salah!



Seorang pengamen perempuan menghampiri seorang pria sambil bertanya “Bapak yang kasih uang cepean ini.”

Si pria pun menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

“Maaf Pak, beli susu dan pampers anak saya mahal. Neh saya kembaliin uang cepean Bapak.” Katanya dengan nada tinggi.

freedigitalphotos.net
Kami yang menyaksikan terkaget-kaget melihat percakapan tersebut, tetapi bapak muda tersebut hanya tersenyum ketika pengamen itu mengembalikan uang tak berharga tersebut. Entah dia malu karena sudah memberikan uang receh atau memang dia tak ingin berdebat dengan perempuan tak tahu diri itu.
Saya emosi  melihat adegan tersebut. Saya pun hanya menggerutu dalam hati. “Sudah jelas-jelas tangan ada di bawah. Pertanda dia adalah seorang pengemis terselubung yang mencari uang dengan cara mengamen. Dia sama sekali tidak berhak untuk marah dan mengembalikan uang tersebut.”

Banyak orang yang berpendapat sama seperti saya. Namun di ujung sana, ada seorang ibu yang pro dengan si pengamen. “Uang seratus perak dapat apa sekarang? Pakai hati juga kalau mau memberi.”

Kalau dipikir-pikir ada benarnya juga ucapan ibu tersebut. Uang seratus memang tak ada harganya. Nah jika sudah begini, siapa yang benar dan salah?

Gambaran inilah yang sering terjadi dalam hidup kita. Ketika sesuatu terjadi, kita selalu mencari siapa yang harus disalahkan dan siapa yang perlu dibenarkan. Keadaan diperparah ketika orang-orang sekitar kita mulai berteori dari sudut pandang masing-masing tanpa perlu mengetahui persoalan yang sebenarnya.

Selalu Ucapkan Syukur
Drama “pengamen dan seorang bapak” sering terjadi dalam kehidupan kita dalam bentuk yang berbeda. Kita kadang tak sadar jika sedang berperan seperti pengamen yang tidak bisa mengucap syukur atas hal kecil apa yang telah diperoleh.

Di sinilah awal semua masalah tersebut. Dia menginginkan yang lebih padahal hanya seratus rupiahlah yang menjadi rezekinya saat itu. Ini merupakan refleksi bagi  kita. Seandainya apa yang kita harapkan hari ini belum juga terwujud, tetaplah mengucap syukur.

Hari esok masih panjang untuk merealisasikan apa yang menjadi angan-angan Anda. Berjuang dan tetaplah menjadi orang yang rendah hati.

Tahu Kapan Bicara dan Diam
Sangat sulit tetap tersenyum ketika orang menghina kita apalagi di hadapan publik. Namun saya sangat salut dengan si bapak yang memilih diam daripada membalas perilaku buruk wanita tersebut.

Kualitas seperti ini patut diacungkan jempol. Saya tidak mengajarkan Anda untuk menjadi orang yang pasrah dan tidak bisa membela diri ketika ada orang yang menginjak-injak Anda.  Pada kenyataannya memang tak ada gunanya melayani orang yang sedang emosi. Tinggalkan dia daripada Anda terpancing emosi. Namun, ada saatnya Anda harus bicara dan mengeluarkan semua unek-unek Anda.

Jika saat ini Anda berada dalam suatu konfik dalam rumah tangga dan keluarga Anda, lupakan untuk mencari siapa yang salah dan benar. Percayalah itu hanya akan membuang tenaga dan sama sekali tak bemanfaat.

Carilah akar permasalahannya dan kemudian diskusikan solusinya untuk kebaikan bersama. Selamat menikmati kehidupan!

0 comments:

Post a Comment

CB Blogger Lab


Top